Tetapi kenangan untuk seorang wartawan, tentu bukan memoar biasa. Oleh karena dia lari meninggalkan dusun kelahirannya di Lawang, Bukittinggi, Sumatera Barat, dalam usia belia, Marthias Dusky Pandoe kemudian bertekad untuk menaklukkan dunia. Tanpa pernah punya bekal cukup dalam pendidikan formal, setapak demi setapak dia akhirnya mewujudkan impiannya. Dimulai dengan bergelandangan sebagai pedagang kaki lima, sampai akhirnya tumbuh menjadi ratu dunia, berkarya sepenuhnya sebagai wartawan.
Dengan latar belakang masyarakat Minangkabau yang sarat bersendi agama, adat dan budaya, di tengah perjuangan politik merebut kemerdekaan Indonesia. Dilanjutkan ke masa pergolakan daerah selama Peristiwa PRRI dan juga di masa pasca pemberontakan yang carut marut.
MDP, begitu inisial yang sedia dia pakai di belakang tulisannya, telah membuktikan jati dirinya sebagai warga Minagkabau. Dengan cermat dia mengenang serta mencatat segala-galanya. Sejak persahabatannya dengan tokoh Masyumi Moh. Natsir, keterlibatannya dalam aksi bawah tanah menentang komunis, hingga perannya ikut membentuk para gubernur.
Beragam pengalaman tersebut menunjukkan, MDP bukan sekadar wartawan yang pandai berkisah. Melainkan sering terjun sendiri dalam pergumulan politik serta bertindak selaku king maker di wilayah kelahirannya. Tempat dia kembali bermukim, sesudah berkelana menjelajah kemana-mana.
Rp 35.000 | |
Beli Sekarang | |
Tersedia | |
Berat (gram) | 700 |
INFO BUKU
Judul: Memoar Seorang Wartawan, A Nan Takana (Apa yang Teringat)
Penulis: H. Marthias Dusky Pandoe
Penerbit: Kompas
Edisi: 2001
Halaman: 325
Ukuran: 14 x 21 x 2 cm
Sampul: Soft Cover
Bahasa: Indonesia
Kondisi: Buku Baru Stock Lama
Lokasi: 920/Pan/m